
Halmahera Selatan, NewsXpers.ID - Warga Desa Yaba, Kecamatan Bacan Barat Utara, sudah tidak bisa lagi menahan kemarahan. Sosok yang seharusnya menjadi jembatan aspirasi dan pengawas pemerintah desa justru dituding sebagai sumber kekacauan. Lalescha Christiana Nita, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Yaba, kini berada di ujung tanduk. Warga menuntut agar yang bersangkutan dicopot secara tidak hormat.
Investigasi mendalam yang dilakukan tim kami menemukan indikasi serius penyalahgunaan wewenang, pelanggaran etika kepemimpinan, dan manipulasi sosial yang merusak tatanan desa. Salah satu insiden paling dramatis adalah ketika Lalescha diduga menghasut sekelompok pemuda hingga bentrok fisik dengan anggota BPD lain. Akibatnya, lima pemuda desa harus merasakan dinginnya lantai penjara – suatu tragedi sosial yang tak hanya mencoreng nama desa, tapi juga menelanjangi kelemahan kepemimpinan BPD saat ini.
Tak berhenti di situ. Warga juga melaporkan bahwa sejak dilantik, Lalescha tidak pernah sekali pun memimpin musyawarah desa terbuka. Aspirasi masyarakat dibungkam. Kegiatan BPD nyaris tak terdengar, bahkan tidak diketahui publik. “Kami merasa dikhianati. Dia tidak mewakili suara kami,” ujar salah satu warga kepada tim investigasi.
Yang paling mengejutkan adalah temuan dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari perusahaan tambang. Dana yang seharusnya disalurkan untuk pembangunan dan kesejahteraan warga, justru tidak jelas rimbanya. Tidak ada laporan, tidak ada musyawarah, tidak ada transparansi. Dana publik dikelola dalam senyap, sementara masyarakat hanya menjadi penonton.

“Ini bukan sekadar masalah administrasi. Ini pelanggaran moral dan etika kepemimpinan,” tegas, salah satu tokoh agama yang turut menandatangani permohonan pemberhentian.
Dukungan terhadap mosi tidak percaya ini tak main-main. Sebanyak 590 pemilih sah Desa Yaba secara resmi menuntut pemberhentian Ketua BPD, yang ditujukan langsung kepada Bupati Halmahera Selatan melalui Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (BPMD). Permintaan ini juga didukung oleh para tokoh masyarakat, tokoh agama, adat, pemuda, hingga seluruh ketua RT dan kepala dusun desa.
“Kalau BPD sebagai lembaga representasi rakyat sudah disalahgunakan untuk kepentingan pribadi, maka desa kehilangan benteng terakhirnya,” ujar Isbat Usman, tokoh pemuda Bacan Barat Utara.
Sementara pihak Ketua BPD belum memberikan keterangan resmi, tekanan dari masyarakat semakin kuat. Mereka mendesak agar pemerintah daerah tidak hanya mendengar, tapi juga bertindak tegas dan segera memberhentikan Ketua BPD, sebelum kerusakan sosial semakin parah.
PERSS : Halmahera Selatan
PERSS : Halmahera Selatan
Comments0